Saya selalu berpikir selama ini saya seorang ateis tapi setelah melihat kembali, saya merasa saya lebih mirip seorang agnostik. Sebagaimana dengan kebanyakan orang, semuanya mulai berubah saat saya berada di dalam krisis. Anda bisa saja menjalani hidup dengan berpura-pura bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi. Anda bisa menutupi segalanya dengan kesibukan atau alkohol atau apa saja - Anda membuat diri Anda kebal. Namun yang pasti rasa sakit memaksa seseorang untuk membuka diri.
Saya masih ingat persis apa yang terjadi pada saya pada hari tu: Saya benar-benar dalam kepedihan, dan saya lagi sendirian saat berkata - "Jika Allah mau saya menderita seperti ini, pasti ada alasannya." Saya terkejut dengan seruan yang muncul dari hati saya itu. Saya tersentak dan bertanya, "Dari mana datangnya ini!?"
Sejak hari itu, saya menjadi sadar akan hal-hal yang saya sebut sebagai kebetulan sebelumnya. Saya menjadi sangat sadar bahwa orang yang sangat tepat akan muncul dalam hidup saya di momen saya perlu mengetahui sesuatu. Buku yang persis saya butuhkan akan tiba ke tangan saya -seringkali oleh orang yang tidak saya kenal. Hal-hal itu seperti tanda-tanda jalan yang memandu saya.
Dan saya mulai berpikir, "Apakah selama ini semuanya ini memang sudah banyak terjadi hanya saja saya tidak memerhatikannya?"
Di sekitar waktu itu, saya mendengar Bill Moyers berkata, "Kebetulan adalah cara Allah bermanifestasi," dan hal itu benar-benar mengena. Dan di waktu yang bersamaan saya bertemu dengan Ted Turner (pendiri stasiun kabel CNN) dan pindah ke Atlanta, Georgia.
Sebelumnya saya tidak pernah tinggal di lingkungan di mana orang pergi ke gereja secara teratur dan memiliki iman yang hidup. Mereka yang saya temukan di Georgia ini adalah orang-orang yang pintar dan saya benar-benar tertarik dengan iman mereka. Presiden Jimmy Carter dan istrinya, Rosalynn dan Duta Besar Andrew Young dan banyak yang lain yang merupakan teman Ted. Mereka mempunyai iman yang sangat mendalam. Saya menikahi Ted, orang yang mengakui sebagai seorang ateis. Dalam sepuluh tahun pernikahan saya, selama delapan tahun saya habiskan untuk mendengar, berbicara dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan pada orang-orang yang hidup menjalani iman Kristiani mereka.
Di waktu itu, saya sangat merasakan pimpinan Tuhan. Suatu perasaan bahwa saya sedang dipanggil dan seringkali saya merasakan ada terang yang sedang menarik saya. Saya bukan orang yang mencari pengalaman yang baru tapi perasaan yang saya rasakan itu sangat kuat.
Saat saya menulis buku biografi saya dan saya merenungkan kembali kehidupan saya, hanya pada waktu itu baru saya menyadari bahwa saya sudah hidup dengan perasaan kosong ini sejak remaja. Setiap kali saya berusha menggambarkan keadaan di waktu muda saya, perasaan yang mucul adalah kekosongan. Di waktu remaja, saya merasa begitu tidak layak dan begitu kosong. Saya coba menanggalkan semuanya, dan menampilkan diri saya yang lebih sempurna dengan harapan orang dapat mengasihi saya. Namun kekosongan itu tetap ada dan saat ia muncul, saya akan dipenuhi kekhawatiran. Saya berusaha mematikan kekhawatiran itu dengan melakukan banyak hal. Saya menderita dari kelainan makan, minuman keras dan juga mengisi hidup saya dengan segala macam penghiburan untuk tidak merasakan kekosongan dan kekhawatiran itu.
Lima puluh tahun berlalu, dan baru sekarang saya sadar akan perasaan sedang dipimpin. Saya menemukan diri saya begitu ingin tahu tentang iman yang diterapkan oleh orang-orang yang di sekitar saya ini. Saya merasakan kekosongan saya itu terisi oleh rasa takjub dan hormat.
Terdapat suatu kelaparan dan kehausan. Dan kelaparan itu sekarang sedang dipuaskan. Suatu kelaparan spiritual. Saya belajar untuk dipuaskan oleh roh, padahal sebelumnya saya berusaha untuk memuaskan kelaparan itu dengan hal-hal yang lain. Saya tertarik pada Yesus.
Jadi untuk banyak tahun, saya berpikir, apa yang akan saya lakukan dengan ini? Saya tinggal dengan seorang pria yang sangat saya cintai dan yang adalah seorang ateis dan yang memanggil Kekristenan sebagai, "agama untuk pecundang" namun, di waktu yang bersamaan saya merasa sangat tertarik dengan hal-hal rohani.
Terdapat seorang di Georgia, seorang yang sangat tidak bersahabat dan yang sama sekali tidak menyukai saya bertanya pada saya, "Apakah kamu sudah diselamatkan?" Saya bahkan tidak tahu apa maksudnya dan saya berusaha menghindarinya. Sikapnya yang tidak bersahabat itu membuat saya tidak melayaninya.
Namun, setelah saya pulang dan tanyakan pada teman saya apa maksudnya hal itu bagi dia? Kata teman, "Itu berarti melangkah ke tahap selanjutnya." Wah, ada tahap selanjutnya! Berarti saya akan mengambilnya. Lalu, teman itu membuat saya membaca Injil Yohanes. Dan saya mengalami apa yang dikatakan kasih karunia lewat pembacaan saya akan Injil Yohanes.
Saya merasakan hadirat ilahi. Saya dipenuhi dengan suatu rasa takjub dan hormat pada Allah. Saya sangat merasakan hadirat yang maha kuasa di dalam tubuh saya - saya bukan sedang teler atau hal-hal semacam itu. Tapi - saya tidak tahu harus memakai kata apa untuk menjelaskannya dan saya merasa agak takut.
Setelah pencarian yang lumayan panjang dan berbagai tantangan karena saya seorang figur publik dan saya belum bersedia berhadapan dengan orang banyak tentang iman saya yang baru bertumbuh ini. Saya sempat bertemu dengan kelompok yang tidak membantu. Saya sempat ragu. Tapi lewat pembacaan saya, akhirnya saya menyadari bahwa saya memang sedang berada di jalur yang benar. Kekristenan adalah rumah spiritual saya. Saya memang dimaksudkan untuk berada di dalamnya. Dan saya harus menemukan hal ini buat diri saya sendiri dan apa artinya bagi saya.
Sebenarnya, semua ini masih sangat baru dan masih sangat sulit untuk saya menjelaskan dengan rinci. Saya hanya beberapa tahun di perjalanan ini. Tapi saya terpaku dan sangat dikagumkan oleh sejarah agama, dengan sejarah Alkitab, dengan Injil-injil awal, dengan Yesus. Rasa ingin tahu saya tak terpuaskan. Petualangan ini sangat nyata bagi saya terutamanya sekitar tahun 1998, saat saya mulai berdoa - dan doa adalah hal yang sangat penuh kuasa bagi saya. Sebelumnya saya pernah bermeditasi tapi doa sangat berbeda dengan meditasi. Doa saya kebanyakannya adalah ucapan syukur, saya rasa tidak nyaman meminta sesuatu dari Tuhan. Terdapat terlalu banyak hal yang dapat saya syukuri di dalam kehidupan saya.
Oleh: Pdt. Y.R.Schramm-Mojoagung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar