Kesetiaan adalah bagian dari buah-buah Roh yang harus dimiliki orang percaya. Banyak orang Kristen gagal dalam ujian kesetiaan ini. Seringkali kita begitu mudahnya tidak setia kepada Tuhan hanya karena masalah keuangan, harga diri, Tuhan terlalu lambat menolong, juga penderitaan yang kita alami. Bahkan pada jaman sekarang kita tidak terlalu membutuhkan Tuhan karena gereja maupun persekutuan menyediakan semua fasilitas yang kita butuhkan. Pekerjaan, makanan, beras, uang, penyelesaian masalah hidup, tempat tinggal itu yang disediakan gereja, persekutuan maupun badan rohani jadi buat apa harus doa yang sungguh sungguh dan menanti untuk mendapat mujizat, itu sudah kuno!
Jaman sekarang supaya jemaatnya banyak maka mereka yang datang pulangnya diberi uang, pekerjaan, beras, minyak, makan, ada antar jemputnya dll. Itu tidak apa apa kalau kita bawa jemaat untuk takut pada Tuhan tapi kalau membuat mereka mengandalkan yang materi akan lain. Jemaat akan berkeliling dari satu gereja kesatu gereja untuk mendapat sembako. Lalu Yesusnya dimana?
Untuk taat, berjalan dalam kehendakNya, mencari wajah Tuhan, merenungkan Firman siang malam terlalu rumit. Untuk menggurus diri sendiri, keluarga masih belum beres beres buat apa kita mengurus sesuatu rohani yang berhubungan dengan sesuatu yang kekal, tidak ada waktu.
Daud mengeluh,
“...telah lenyap orang-orang yang setia dari anak-anak manusia.” (Mazmur 12:2) dan Salomo pun menulis:
“Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?” (Amsal 20:6)
Kata Yunani untuk kesetiaan adalah PISTIS, yang bisa diartikan sebagai iman, kepercayaan, dan dipercaya. Orang yang setia adalah yang dapat diandalkan sehingga orang lain menaruh kepercayaan penuh kepada dirinya. Buah dari kesetiaan adalah beroleh kepercayaan. Tuhan adalah teladan terbaik dalam hal kesetiaan; Dia tidak pernah ingkar dan melanggar janjiNya kepada kita.
TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya. Mazmur 145:13b
jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya."
2 Timotius 2:13
Jadi, kesetiaan adalah sifat Tuhan sendiri. karena Tuhan adalah setia, maka Dia juga menghendaki agar kita menjadi anak-anakNya yang setia, maka Dia juga menghendaki agar kita menjadi anak-anakNya yang setia dalam segala hal. Apabila kita setia dan taat melakukan kehendak Tuhan, kita akan disebut sebagai sahabat-sahabat Allah.
Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
Yohanes 15:14
Tentang kesetiaan, Tuhan memberikan contoh talenta (Matius 24:14-30). Dalam kisah ini ada dua jenis orang yaitu orang yang setia (bertangung jawab) dan orang yang tidak setia (tidak bertangung jawab).
Terhadap orang yang setia Tuannya berkata
Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Matius 25:21
Namun, terhadap orang yang tidak setia, si tuan memerintahkan
Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." Matius 25:30
Apakah kita tergolong sebagai orang yang setia? Atau bukan.
Hari ini Allah sedang mencari pahlawan pahlawan iman yang siap ditulis dibuku kehidupan dan yang siap menerima mahkota kehidupan.
KELEMAHLEMBUTAN
Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Titus 3:2
Kelemahlembutan adalah suatu sikap yang lembut (lunak), tenang, tidak berpura pura dan dapat mengendalikan keinginan.
Kelemahlembutan bukan berarti lemah, lembek, tidak berdaya atau tidak ada kekuatan. Sebaliknya, kelemahlembutan justru adalah kekuatan yang terkendali dengan baik!
Kata Yunani untuk kelemahlembutan adalah PRAOS, digambarkan seekor binatang buas yang telah dijinakkan, terkendali dan ada keseimbangan.
Sebagai anak-anak Tuhan kita dituntut memiliki karakter lemah lembut. Secara manusia kita akan berkata: mana mungkin? Apalagi hidup di tengah dunia yang penuh kekerasan dan persaingan yang tidak sehat baik digereja, dipekerjaan, dijabatan, sikap lemah lembut sepertinya sudah tidak jaman lagi, karena kedengarannya lemah dan mudah diperdaya.
Lemah lembut menunjuk kepada sikap batin. Hal itu termasuk watak Kekristenan, yang hanya dihasilkan. oleh Roh Kudus (Galatia 5:23). Orang yang lemah lembut tidak mendendam terhadap tindakan kasar yang dialaminya dan tidak tawar hati dalam kemalangan, karena segala sesuatu diterimanya sebagai jalan Allah bagi dia dalam tujuan-Nya yang penuh hikmat dan kasih, sehingga mereka terima juga tindakan kasar dari orang lain (seperti Musa di atas), sambil mengetahui bahwa hal-hal itu diizinkan oleh Allah demi kebaikan mereka (II Samuel 16:11).
Banyak orang begitu haus kekuasaan, siapa yang kuat akan muncul sebagai pemenang tanpa peduli orang lain bila perlu orang itu dihancurkan sampai habis tidak bergerak. Perilaku ini sangat bertolak belakang dengan sifat Kristus yang lemah lembut, yang hidupnya selalu berjalan dalam kehendak Bapa.
Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. I Yohanes 2:6
Harusnya kita sebagai murid Yesus, meneladani Dia.
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Matius 11:29
Selama di bumi, Yesus menghabiskan waktunya mengajar murid-muridNya dan melayani jiwa-jiwa. Meskipun punya otoritas dan kuasa Dia tetap menunjukkan sikap lemah lembut. TanganNya terbuka penyambut siapa pun yang mau datang kepadaNya.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Matius 11:28
Bila hidup kita senantiasa dipimpin Roh Kudus, kita akan dimampukanNya menjadi lemah lembut. Keluarga adalah tempat terbaik belajar dan tumbuh dalam buah Roh.
Bagaimana suami bersikap kepada istrinya atau sebaliknya, orang tua memperlakukan anaknya, dan sikap anak kepada orangtua. Jadilah orang yang lemah lembut, yang juga berarti mau dibentuk, diajar, dan belajar.
PENGUASAAN DIRI
Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. I Korintus 9:25
Apa yang dimaksud dengan penguasaan diri? Ada dua kata Yunani yang diterjemahkan sebagai penguasaan diri yaitu EN KRATOS.
EN berarti di dalam dan KRATOS berarti kekuasaan atau kuasa. Seseorang yang memiliki penguasaan diri adalah orang yang memiliki kekuatan di dalam dirinya. Jadi, penguasaan diri adalah salah satu kemampuan terbesar yang dapat kita miliki. Kemampuan ini akan berkembang semakin besar ketika kita senantiasa dekat dengan Tuhan Yesus.
Penguasaan diri bagi orang Kristen menunjukkan tingkat kedewasaan rohaninya (makan makanan yang keras), yang tidak hanya dalam satu aspek saja, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan, suatu karakteristik mampu menahan diri secara moral terhadap segala godaan mata, pendengaran, penciuman, perasaan menggoda, yang akhirnya membuat kita ada celah dan segala kenikmatan dosa.
Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.
Galatia 5:16
Selama kita hidup, keinginan daging adalah bagian dari kehidupan kita dan satu-satunya cara mengendalikannya adalah dengan hidup menurut Roh. Banyak orang sangat kecanduan dengan seks, situs-situs porno, televisi, atau aktivitas-aktivitas yang menguasai dirinya sedemikian rupa.
Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.
Amsal 25:28
Menjadi orang yang bisa menguasai diri dalam segala hal adalah sebuah proses, tidak semudah membalik telapak tangan. Penguasaan diri dan disiplin diri adalah suatu kesatuan yang tidak terpisahkan! Paulus menggambarkan hidup sebagai arena pertandingan, dimana kita harus berjuang dan bisa menguasai diri dalam segala hal agar dapat mencapai garis finish dan memperoleh hadiah yang disediakan.
Kalau kita ingin menjadi pemenang dalam pertandingan maka ada hal yang harus ditaklukkan:
1. Jarak.
Secepat apapun seorang pelari berlari, tetapi jika tidak menyelesaikan jarak yang ditentukan, maka ia tidak dapat disebut sebagai seorang pemenang. Itu berarti dalam kehidupan, kita harus konsisten berjuang sampai garis finish.
2. Waktu.
Apabila jarak yang ditentukan dapat diselesaikan, tetapi dengan waktu yang lebih lambat dari pelari yang lain, ia juga tidak dapat disebut sebagai seorang pemenang. Demikian juga dengan kehidupan kita. Kita harus dapat menggunakan waktu seefisien mungkin, dengan tidak menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang tidak berguna dan sia-sia.
3. Sikap diri.
Selain jarak dan waktu, seorang pelari yang ingin menang harus mampu menaklukkan diri sendiri, khususnya sikap cepat puas dan tidak mau untuk menanggung kesulitan dalam dirinya. Tidak ada kemajuan tanpa kesulitan.
4. Berlari dengan tujuan
Apabila seseorang tidak memiliki tujuan hidup , dia akan seperti layang – layang putus yang diterbangkan angin entah kemana! miliki tujuan hidup! arahkan pada panggilan Tuhan.
Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.
Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. I Korintus 9:25,26
Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,
dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Filipi 3:13,14
Disiplin diri dan menguasai medan yang akan dilalui adalah hal sangat penting dalam pertandingan hidup. Jangan biarkan kesalahan sekecil apapun pada masa lalu dan godaan-godaan lain menghalangi jalan kita untuk mencapai finish.
Mari, ijinkan Roh Kudus mengendalikan hidup kita. Bila hidup kita dipimpin oleh Roh kudus, kita akan bisa menaati firmanNya. Roh Kudus yang diam dalam diri kitalah yang akan menolong ketika kita bertempur melawan segala macam bentuk godaan dosa. Jadi, bukan kemampuan kita sendiri!
Oleh: Ev. Liem Thin Ping