"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah la kepada Hosea: 'Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi Tuhan'" Hosea 1:2 Hosea (הוֹשֵׁעַ "Keselamatan (ada) pada TUHAN" atau "TUHAN adalah keselamatan", Ibrani Standar Hošeaʿ, Ibrani Tiberias Hôšēăʿ, bahasa Yunani Ὠσηέ = Ōsēe) adalah anak Beri dan seorang nabi di Israel pada abad ke-8 SM di kerajaan Israel Utara, dengan ibu kota Samaria, yang diperintah oleh Raja Yerobeam II. Hosea melaksanakan tugasnya sebagai nabi sekitar tahun 750 SM. Ia adalah salah seorang dari keduabelas nabi kecil dalam Kitab Suci Ibrani atau Perjanjian Lama orang Kristen. Menurut Kitab Hosea, ia menikah dengan seorang pelacur bernama Gomer, anak Diblaim, atas perintah Allah. Kehidupan pernikahannya dengan Gomer tersebut, merupakan gambaran mengenai relasi Allah dengan umatnya dan mempertontonkan kemerosotan Israel pada waktu itu. Secara politik dan ekonomi, keadaan Israel Utara sangat baik. Namun, keadilan sama sekali tidak terlaksana. Orang kaya menindas orang miskin. Bahkan, di pengadilan, si kaya atau orang penting akan dengan mudah menyogok pejabat untuk menindas kaum lemah.
Kerajaan itu sudah sangat murtad kepada Tuhan. Mereka menyembah ilah-ilah yang menjijikkan dan melupakan Tuhan. Yerobeam sendiri beribadah kepada anak lembu emas. Sesudah menimbang-nimbang, maka raja membuat dua anak lembu jantan dari emas dan ia berkata kepada mereka: "Sudah cukup lamanya kamu pergi ke Yerusalem. Hai Israel, lihatlah sekarang allah-allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir." Lalu ia menaruh lembu yang satu di Betel dan yang lain ditempatkannya di Dan. I Raja raja 12:28,29
Yang dilakukan Yerobeam itu sama dengan yang dilakukan Harun, yang merupakan kekejian bagi Tuhan
Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: "Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!" Keluaran 32:4
Dalam kondisi seperti itu, Allah mengutus hamba-Nya, Hosea, untuk memperingat kan bangsa itu agar berbalik kepada Tuhan.
Pada awal pelayanan Hosea, Tuhan menyuruhnya menikah dengan seorang pelacur bernama Gomer. Pernikahan itu melambangkan hubungan antara kasih Allah dan umat Israel yang murtad. Hosea yang senantiasa mengasihi Gomer melambangkan Allah yang senantiasa mengasihi umat Israel sekalipun mereka telah meninggalkan-Nya dengan menyembah banyak ilah. Gomer, sang pelacur yang telah menjadi istri Hosea, melambangkan umat Israel yang tidak setia kepada Tuhan.
Dalam zaman Perjanjian Lama, umat Israel sering murtad dari Tuhan. Puncak pemurtadan itu terjadi pada zaman raja-raja. Dalam situasi yang demikian, Tuhan menyampaikan firman-Nya bukan lagi sekadar melalui kata-kata. Kata-kata saja tidak lagi mempan terhadap bangsa yang telah ratusan tahun menulikan telinganya dari suara Tuhan melalui nabi-nabi-Nya. Oleh sebab itu, Allah menegur mereka melalui peristiwa-peristiwa yang aneh dan sukar dimengerti secara umum.
Peristiwa-peristiwa itu sering berupa perlambang, yang diperagakan oleh para nabi-Nya di depan umat Israel. Terkadang peristiwa itu sangat sukar diterima akal manusia sebab sering tidak sesuai dengan Hukum Taurat, dan menurut sebagian orang, melanggar moral. Demikianlah, Tuhan menyuruh Hosea menikah dengan Gomer, seorang pelacur, sebagai simbol atas sikap Allah yang sangat mengasihi umat Israel Utara yang saat itu sudah sangat merosot kerohanian dan moralnya.
Walaupun umat Israel dinyatakan telah murtad, tetapi sejak awal panggilan Hosea, Allah telah menjanjikan pemulihan. Janji pemulihan itu disampaikan dalam nama-nama keluarga Hosea sendiri.
Sebagaimana dilaporkan Hosea, ada tiga anak yang dilahirkan Gomer
- Anak pertama bernama Yizreel, jelas sebagai anak dari Hosea (1:3).
- Anak kedua bernama Lo-Ruhama, artinya tidak disayangi.
- Anak ketiga bernama Lo-Ami yang, artinya bukan umat-Ku (Hosea 2:3).
Kedua anak terakhir itu bukan anak-anak Hosea, melainkan hasil dari persundalan Gomer.
Telah disebutkan bahwa pernikahan Hosea serta nama anak-anaknya itu memiliki arti simbolis, yang melambangkan kasih Allah terhadap umat Israel yang murtad. Namun, karena perlambangan tersebut merupakan sebuah adegan peragaan hidup yang nyata, bukan hanya sekadar kata-kata simbolis, makna dari peragaan itu secara keseluruhan, selain berlaku secara simbolis, juga berlaku bagi oknum yang memperagakan. Jadi, pemulihan yang dijanjikan Tuhan bagi umat Israel berlaku juga bagi keluarga Hosea.
Kalau pada mulanya kedua anak itu tidak disayangi (Lo-Ruhama) dan bukan umat Allah (Lo-Ami) karena mereka merupakan anak-anak sundal (Hosea 1:2; 2:3), pada akhimya Lo-Ruhama akan menjadi Ruhama dan Lo-Ami akan menjadi Ami
Katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki: "Ami!" dan kepada saudara-saudaramu perempuan: "Ruhama!" Hosea 1:12
Aku akan menaburkan dia bagi-Ku di bumi, dan akan menyayangi Lo-Ruhama, dan Aku berkata kepada Lo-Ami: Umat-Ku engkau! dan ia akan berkata: Allahku!" Hosea 2:22
Itu terjadi tentu karena anugerah-Nya, yang mengaruniakan pertobatan kepada kedua anak itu.
Bagaimana dengan Gomer sendiri? Gomer dipulihkan setelah lebih dahulu dibeli dari perbudakan oleh Hosea (3:1, 2; 2:18, 19). Gomer pada akhimya menyadari bahwa hanya Hosealah yang sungguh-sungguh mengasihinya
Dia akan mengejar para kekasihnya, tetapi tidak akan mencapai mereka; dia akan mencari mereka, tetapi tidak bertemu dengan mereka. Maka dia akan berkata: Aku akan pulang kembali kepada suamiku yang pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari pada sekarang. Hosea 2:6
Jelaslah bahwa tindakan Allah menyuruh Hosea menikah dengan Gomer, sang pelacur, bukan bermaksud mempermalukan Hosea, juga bukan merupakan dosa moral sebagaimana diyakini banyak orang, melainkan kasih Allah yang ajaib dan agunglah yang melandasi semua tindakan itu. Gomer dan ketiga anak-anaknya, Yizreel, Lo-Ruhama, dan Lo-Ami, sekarang telah bersama dengan Bapa Surgawi, di kediaman-Nya. Dalam hal itu, umat Israel menjadi mengerti betapa dalam kasih-Nya kepada mereka melalui alat peraga pernikahan Hosea itu.
Semua rencana Allah yang agung itu dapat berhasil karena ada seseorang yang taat pada panggilan Tuhan dan rela menanggung beban di pundaknya. Orang itu adalah Hosea, seorang yang penuh kasih dan penuh kesabaran menanti pertobatan istri dan anak-anaknya.
Pernikahan itu pada mulanya memang sangat menyulitkan dan menyakitkan bagi kehidupan pribadi sang nabi. Betapa tidak, Hosea yang taat dan penuh belas kasih itu harus merelakan dirinya terhadap kemungkinan dicemooh dan dipermalukan oleh orang lain karena menikahi Gomer. Mungkin keluarganya menganggap Hosea telah jatuh ke dalam rayuan gombal seorang pelacur atau dosa percabulan telah menjerat
dirinya sehingga menikahi Gomer! Bahkan, bukan mustahil orang-orang sezamannya memberi alasan bahwa ketidak bertobatan mereka disebabkan perilaku sang nabi yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat umum pada waktu itu. Mungkin masih banyak alasan lainnya yang dikemukakan untuk menjatuhkan nama Hosea.
Namun, Hosea tidak memperdulikan semua itu. Baginya, yang terutama adalah mendengar dan menaati suara Tuhan! Ia tahu bahwa Allah pasti baik terhadap umat Israel, ia sendiri, dan juga rumah tangganya. Di samping itu, sebagai hamba Tuhan, Hosea tentu mengerti bahwa tindakan yang sesuai dengan norma-norma masyarakat umum belum tentu sesuai dengan kehendak Tuhan. Bahkan, norma umum justru sering menghambat pekerjaan Allah di bumi. Sebaliknya, tindakan yang berlawanan dengan norma-norma umum juga tidak selamanya melawan kehendak Allah.
Kisah ini sama saat Maria melahirkan Tuhan Yesus, ia tidak takut dicemooh, apalagi terhadap tunangannya Yusuf. Ia mau karena dia tahu ada rencana Allah yang besar dibalik itu semuanya. Jadi apakah kita menyadari bahwa Allah punya rencana yang besar dalam diri orang yang taat kepadaNya.
Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Lukas 1: 34
Hasil yang didapat Maria yaitu Yesus yang menyelamatkan Dunia. Allah memilih seseorang bukan asal asalan, Ia memilih diantara sekian orang, sekian generasi, sekian hati. Demikian juga saat Allah memilih kita.
Pada zaman Tuhan Yesus, sekelompok orang membawa orang lumpuh dengan membuka atap rumah orang lain, yang sesungguhnya tidak sopan dan berlawanan dengan norma-norma umum. Namun, Tuhan Yesus malah memuji tindakan mereka itu sebagai beriman. Oleh sebab itu, Hosea tahu bahwa di balik semua penderitaan itu pasti ada rencana Allah yang agung dan ajaib walaupun mungkin hal itu pada mulanya masih samar-samar bagi Hosea.
Iman yang agung itulah yang rupanya meneguhkan dan menghiburkan hati Nabi Hosea. Bertahun-tahun, bahkan mungkin belasan tahun, Hosea menanggung penderitaan yang berat akibat sikap Gomer yang terus saja melacurkan dirinya. Hatinya tentu amat pedih menerima kenyataan bahwa dua bayi yang dilahirkan oleh Gomer bukan anaknya sendiri, melainkan hasil dari persundalan Gomer. Walaupun demikian, kedua anak itu sangat dikasihinya sebagaimana ia mengasihi anaknya sendiri. Justru, kedalaman kasih ilahi yang diterapkan Hosealah yang menjadi benih perangsang bagi pertobatan kedua anak itu pada akhirnya.
Ketika Gomer menjadi budak akibat terbelit utang-utangnya, yang mungkin disebabkan sikap hidupnya yang boros, Tuhan kembali menyuruh Hosea mengambilnya dan mencintainya. Hosea pun, dengan penuh dedikasi kepada Sang Majikan, melakukan semuanya secara tuntas. Dalam semua penderitaan batin itu, tidak sekali pun Hosea kedapatan mengeluh kepada Tuhan! Ketaatan sepenuhnya yang didasari oleh iman yang teguh sudah menjadi ciri khas Nabi Hosea sepanjang hidupnya.
Ternyata benar, ketaatan Hosea itu mendapat pahala yang tidak ternilai harganya. yaitu pemulihan jiwa-jiwa yang dimenangkan bagi Tuhan, yaitu umat Israel dan terutama keluarganya, sebagai sebuah kisah hidup yang berakhir dengan manis (happy ending).
Kasus pernikahan Hosea dan Gomer memberikan masukan-masukan berharga bagi anak-anak Tuhan sebagai berikut.
1. Dalam dunia Perjanjian Lama,
Tuhan sering menyuruh hamba-hamba-Nya, khususnya para nabi, melakukan sesuatu perkara yang melambangkan kasih, kuasa, dan murka Allah kepada umat manusia, khususnya kepada umat Israel. Misalnya, pernikahan Hosea merupakan simbol dari kasih-Nya yang ajaib kepada umat Israel yang membelakangi-Nya. Pekerjaan tukang periuk melambangkan kuasa Tuhan atas umat Israel dan atas semua bangsa (Yeremia 18: 1-17). Buli-buli yang pecah melambangkan murka Tuhan terhadap kerajaan Yehuda yang murtad (Yeremia 19).
Tindakan-tindakan simbolis itu dilakukan mereka agar umat Israel mengetahui bahwa Tuhan mereka sebagai Yang Mahakuasa, Mahakasih, dan Maha Pemurah.
Pada zaman Perjanjian Baru, tindakan simbolis seperti itu tidak lagi dipakai Tuhan karena Yesus sudah datang. Puncak kasih Allah telah dinyatakan di dalam karya
7
penyaliban-Nya, sebagai satu-satunya jalan pengampunan dosa semua orang. Puncak murka Allah telah ditimpakan kepada Yesus di kayu salib karena dosa manusia. Puncak kemahakuasaan Allah diwujudkan dalam kebangkitan Tuhan Yesus.
2. Walaupun tidak berfungsi sebagai tindakan simbolis,
Tuhan juga masih memakai anak-anak-Nya untuk memperagakan kasih dan kuasa-Nya melalui kesaksian hidup mereka. Sama seperti Hosea yang merelakan dirinya dipakai Tuhan demi kebaikan banyak orang, demikian juga anak-anak-Nya pada zaman ini. Tuhan sedang dan terus menanti anak-anak-Nya agar sungguh-sungguh bersedia dipakai Tuhan demi pemberitaan Injil kepada semua makhluk walaupun harus mengalami berbagai penderitaan.
Oleh: Ev. Liem Thin Ping
Yang dilakukan Yerobeam itu sama dengan yang dilakukan Harun, yang merupakan kekejian bagi Tuhan
Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: "Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!" Keluaran 32:4
Dalam kondisi seperti itu, Allah mengutus hamba-Nya, Hosea, untuk memperingat kan bangsa itu agar berbalik kepada Tuhan.
Pada awal pelayanan Hosea, Tuhan menyuruhnya menikah dengan seorang pelacur bernama Gomer. Pernikahan itu melambangkan hubungan antara kasih Allah dan umat Israel yang murtad. Hosea yang senantiasa mengasihi Gomer melambangkan Allah yang senantiasa mengasihi umat Israel sekalipun mereka telah meninggalkan-Nya dengan menyembah banyak ilah. Gomer, sang pelacur yang telah menjadi istri Hosea, melambangkan umat Israel yang tidak setia kepada Tuhan.
Dalam zaman Perjanjian Lama, umat Israel sering murtad dari Tuhan. Puncak pemurtadan itu terjadi pada zaman raja-raja. Dalam situasi yang demikian, Tuhan menyampaikan firman-Nya bukan lagi sekadar melalui kata-kata. Kata-kata saja tidak lagi mempan terhadap bangsa yang telah ratusan tahun menulikan telinganya dari suara Tuhan melalui nabi-nabi-Nya. Oleh sebab itu, Allah menegur mereka melalui peristiwa-peristiwa yang aneh dan sukar dimengerti secara umum.
Peristiwa-peristiwa itu sering berupa perlambang, yang diperagakan oleh para nabi-Nya di depan umat Israel. Terkadang peristiwa itu sangat sukar diterima akal manusia sebab sering tidak sesuai dengan Hukum Taurat, dan menurut sebagian orang, melanggar moral. Demikianlah, Tuhan menyuruh Hosea menikah dengan Gomer, seorang pelacur, sebagai simbol atas sikap Allah yang sangat mengasihi umat Israel Utara yang saat itu sudah sangat merosot kerohanian dan moralnya.
Walaupun umat Israel dinyatakan telah murtad, tetapi sejak awal panggilan Hosea, Allah telah menjanjikan pemulihan. Janji pemulihan itu disampaikan dalam nama-nama keluarga Hosea sendiri.
Sebagaimana dilaporkan Hosea, ada tiga anak yang dilahirkan Gomer
- Anak pertama bernama Yizreel, jelas sebagai anak dari Hosea (1:3).
- Anak kedua bernama Lo-Ruhama, artinya tidak disayangi.
- Anak ketiga bernama Lo-Ami yang, artinya bukan umat-Ku (Hosea 2:3).
Kedua anak terakhir itu bukan anak-anak Hosea, melainkan hasil dari persundalan Gomer.
Telah disebutkan bahwa pernikahan Hosea serta nama anak-anaknya itu memiliki arti simbolis, yang melambangkan kasih Allah terhadap umat Israel yang murtad. Namun, karena perlambangan tersebut merupakan sebuah adegan peragaan hidup yang nyata, bukan hanya sekadar kata-kata simbolis, makna dari peragaan itu secara keseluruhan, selain berlaku secara simbolis, juga berlaku bagi oknum yang memperagakan. Jadi, pemulihan yang dijanjikan Tuhan bagi umat Israel berlaku juga bagi keluarga Hosea.
Kalau pada mulanya kedua anak itu tidak disayangi (Lo-Ruhama) dan bukan umat Allah (Lo-Ami) karena mereka merupakan anak-anak sundal (Hosea 1:2; 2:3), pada akhimya Lo-Ruhama akan menjadi Ruhama dan Lo-Ami akan menjadi Ami
Katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki: "Ami!" dan kepada saudara-saudaramu perempuan: "Ruhama!" Hosea 1:12
Aku akan menaburkan dia bagi-Ku di bumi, dan akan menyayangi Lo-Ruhama, dan Aku berkata kepada Lo-Ami: Umat-Ku engkau! dan ia akan berkata: Allahku!" Hosea 2:22
Itu terjadi tentu karena anugerah-Nya, yang mengaruniakan pertobatan kepada kedua anak itu.
Bagaimana dengan Gomer sendiri? Gomer dipulihkan setelah lebih dahulu dibeli dari perbudakan oleh Hosea (3:1, 2; 2:18, 19). Gomer pada akhimya menyadari bahwa hanya Hosealah yang sungguh-sungguh mengasihinya
Dia akan mengejar para kekasihnya, tetapi tidak akan mencapai mereka; dia akan mencari mereka, tetapi tidak bertemu dengan mereka. Maka dia akan berkata: Aku akan pulang kembali kepada suamiku yang pertama, sebab waktu itu aku lebih berbahagia dari pada sekarang. Hosea 2:6
Jelaslah bahwa tindakan Allah menyuruh Hosea menikah dengan Gomer, sang pelacur, bukan bermaksud mempermalukan Hosea, juga bukan merupakan dosa moral sebagaimana diyakini banyak orang, melainkan kasih Allah yang ajaib dan agunglah yang melandasi semua tindakan itu. Gomer dan ketiga anak-anaknya, Yizreel, Lo-Ruhama, dan Lo-Ami, sekarang telah bersama dengan Bapa Surgawi, di kediaman-Nya. Dalam hal itu, umat Israel menjadi mengerti betapa dalam kasih-Nya kepada mereka melalui alat peraga pernikahan Hosea itu.
Semua rencana Allah yang agung itu dapat berhasil karena ada seseorang yang taat pada panggilan Tuhan dan rela menanggung beban di pundaknya. Orang itu adalah Hosea, seorang yang penuh kasih dan penuh kesabaran menanti pertobatan istri dan anak-anaknya.
Pernikahan itu pada mulanya memang sangat menyulitkan dan menyakitkan bagi kehidupan pribadi sang nabi. Betapa tidak, Hosea yang taat dan penuh belas kasih itu harus merelakan dirinya terhadap kemungkinan dicemooh dan dipermalukan oleh orang lain karena menikahi Gomer. Mungkin keluarganya menganggap Hosea telah jatuh ke dalam rayuan gombal seorang pelacur atau dosa percabulan telah menjerat
dirinya sehingga menikahi Gomer! Bahkan, bukan mustahil orang-orang sezamannya memberi alasan bahwa ketidak bertobatan mereka disebabkan perilaku sang nabi yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat umum pada waktu itu. Mungkin masih banyak alasan lainnya yang dikemukakan untuk menjatuhkan nama Hosea.
Namun, Hosea tidak memperdulikan semua itu. Baginya, yang terutama adalah mendengar dan menaati suara Tuhan! Ia tahu bahwa Allah pasti baik terhadap umat Israel, ia sendiri, dan juga rumah tangganya. Di samping itu, sebagai hamba Tuhan, Hosea tentu mengerti bahwa tindakan yang sesuai dengan norma-norma masyarakat umum belum tentu sesuai dengan kehendak Tuhan. Bahkan, norma umum justru sering menghambat pekerjaan Allah di bumi. Sebaliknya, tindakan yang berlawanan dengan norma-norma umum juga tidak selamanya melawan kehendak Allah.
Kisah ini sama saat Maria melahirkan Tuhan Yesus, ia tidak takut dicemooh, apalagi terhadap tunangannya Yusuf. Ia mau karena dia tahu ada rencana Allah yang besar dibalik itu semuanya. Jadi apakah kita menyadari bahwa Allah punya rencana yang besar dalam diri orang yang taat kepadaNya.
Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Lukas 1: 34
Hasil yang didapat Maria yaitu Yesus yang menyelamatkan Dunia. Allah memilih seseorang bukan asal asalan, Ia memilih diantara sekian orang, sekian generasi, sekian hati. Demikian juga saat Allah memilih kita.
Pada zaman Tuhan Yesus, sekelompok orang membawa orang lumpuh dengan membuka atap rumah orang lain, yang sesungguhnya tidak sopan dan berlawanan dengan norma-norma umum. Namun, Tuhan Yesus malah memuji tindakan mereka itu sebagai beriman. Oleh sebab itu, Hosea tahu bahwa di balik semua penderitaan itu pasti ada rencana Allah yang agung dan ajaib walaupun mungkin hal itu pada mulanya masih samar-samar bagi Hosea.
Iman yang agung itulah yang rupanya meneguhkan dan menghiburkan hati Nabi Hosea. Bertahun-tahun, bahkan mungkin belasan tahun, Hosea menanggung penderitaan yang berat akibat sikap Gomer yang terus saja melacurkan dirinya. Hatinya tentu amat pedih menerima kenyataan bahwa dua bayi yang dilahirkan oleh Gomer bukan anaknya sendiri, melainkan hasil dari persundalan Gomer. Walaupun demikian, kedua anak itu sangat dikasihinya sebagaimana ia mengasihi anaknya sendiri. Justru, kedalaman kasih ilahi yang diterapkan Hosealah yang menjadi benih perangsang bagi pertobatan kedua anak itu pada akhirnya.
Ketika Gomer menjadi budak akibat terbelit utang-utangnya, yang mungkin disebabkan sikap hidupnya yang boros, Tuhan kembali menyuruh Hosea mengambilnya dan mencintainya. Hosea pun, dengan penuh dedikasi kepada Sang Majikan, melakukan semuanya secara tuntas. Dalam semua penderitaan batin itu, tidak sekali pun Hosea kedapatan mengeluh kepada Tuhan! Ketaatan sepenuhnya yang didasari oleh iman yang teguh sudah menjadi ciri khas Nabi Hosea sepanjang hidupnya.
Ternyata benar, ketaatan Hosea itu mendapat pahala yang tidak ternilai harganya. yaitu pemulihan jiwa-jiwa yang dimenangkan bagi Tuhan, yaitu umat Israel dan terutama keluarganya, sebagai sebuah kisah hidup yang berakhir dengan manis (happy ending).
Kasus pernikahan Hosea dan Gomer memberikan masukan-masukan berharga bagi anak-anak Tuhan sebagai berikut.
1. Dalam dunia Perjanjian Lama,
Tuhan sering menyuruh hamba-hamba-Nya, khususnya para nabi, melakukan sesuatu perkara yang melambangkan kasih, kuasa, dan murka Allah kepada umat manusia, khususnya kepada umat Israel. Misalnya, pernikahan Hosea merupakan simbol dari kasih-Nya yang ajaib kepada umat Israel yang membelakangi-Nya. Pekerjaan tukang periuk melambangkan kuasa Tuhan atas umat Israel dan atas semua bangsa (Yeremia 18: 1-17). Buli-buli yang pecah melambangkan murka Tuhan terhadap kerajaan Yehuda yang murtad (Yeremia 19).
Tindakan-tindakan simbolis itu dilakukan mereka agar umat Israel mengetahui bahwa Tuhan mereka sebagai Yang Mahakuasa, Mahakasih, dan Maha Pemurah.
Pada zaman Perjanjian Baru, tindakan simbolis seperti itu tidak lagi dipakai Tuhan karena Yesus sudah datang. Puncak kasih Allah telah dinyatakan di dalam karya
7
penyaliban-Nya, sebagai satu-satunya jalan pengampunan dosa semua orang. Puncak murka Allah telah ditimpakan kepada Yesus di kayu salib karena dosa manusia. Puncak kemahakuasaan Allah diwujudkan dalam kebangkitan Tuhan Yesus.
2. Walaupun tidak berfungsi sebagai tindakan simbolis,
Tuhan juga masih memakai anak-anak-Nya untuk memperagakan kasih dan kuasa-Nya melalui kesaksian hidup mereka. Sama seperti Hosea yang merelakan dirinya dipakai Tuhan demi kebaikan banyak orang, demikian juga anak-anak-Nya pada zaman ini. Tuhan sedang dan terus menanti anak-anak-Nya agar sungguh-sungguh bersedia dipakai Tuhan demi pemberitaan Injil kepada semua makhluk walaupun harus mengalami berbagai penderitaan.
Oleh: Ev. Liem Thin Ping
Tidak ada komentar:
Posting Komentar