Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti, Yesaya 48:18
Sepasang suami istri ikut menonton pertandingan sepak bola di sebuah stadion. Ketika pertandingan sudah usai, suami istri ini, bersama ribuan penonton yang lain mulai bergegas meninggalkan stadion. Di tengah-tengah kerumunan lautan manusia yang berdesak-desakan, si suami menggandeng tangan istrinya dengan sangat erat.
Merasa diperlakukan cukup mesra di tengah kerumunan orang banyak itu, si istri berkata, “Agaknya kamu takut kehilangan aku kan?”
Si suami menjawab dengan santai, “Ah, nggak juga, cuma aku malas nyari kamu kalau sampai hilang di tengah orang banyak seperti ini.” Itu namanya kebahagiaan semu.
Kebahagiaan adalah sesuatu yang dikejar oleh semua orang. Kamus Besar Indonesia mendefinisikan kebahagiaan sebagai “kesenangan, kententraman hidup, keberuntungan atau kemujuran yang bersifat lahir batin “
Sebenarnya ketika bekerja, bersantai ataupun melayani, kita sedang mengejar kebahagiaan.
Kebahagiaan dapat digolongkan dalam 3 macam:
1. Kebahagiaan lahiriah (Physical happiness)
Kebahagiaan lahiriah diperoleh ketika seseorang bisa memiliki materi yang ia inginkan. Semakin banyak materi yang bisa dikumpulkan, semakin ia merasa puas.
Materi yang dimaksud bisa dalam bentuk uang, rumah, mobil, usaha, penampilan fisik yang indah, atau benda-benda lainnya. Kebahagiaan lahiriah paling banyak dikejar orang.
Perhatikan saja bagaimana orang berlomba lomba untuk memiliki sebuah rumah, mobil, atau handphone keluaran terbaru. Para wanita merasa puas jika bisa mengenakan perhiasan, baju, tas, atau sepatu bermerek.
2. Kebahagiaan Emosional (Emotional happiness )
Kebahagiaan emosional dirasakan seseorang ketika ia menerima pujian, penghargaan, tepuk tangan, atau ketenaran.
Maka tidak heran mengapa begitu banyak orang yang ingin dihormati ingin dipuji dan ingin diakui. Semua itu membawa kepuasan tersendiri didalam diri manusia.
Baik kebahagiaan lahiriah maupun kebahagiaan emosional merupakan hal yang wajar, tetapi menjadi tidak wajar jika kita begitu terobsesi untuk mengejar keduanya, sehingga melupakan apa yang paling penting didalam kehidupan kita.
Lebih meyedihkan lagi, jika kita menghalalkan semua cara untuk memperoleh kepuasan lahiriah maupun kepuasan emosional.
Mengejar secara berkelebihan kedua jenis kebahagiaan ini sering kali berujung kepada kekecewaan,karena pada dasarnya manusia tidak pernah puas,lihat saja bagaimana akhir cerita beberapa caleg yang gagal terpilih,ada yang stress, ada juga yang bunuh diri.
3. Kebahagiaan rohani ( Spiritual happiness )
Jenis kebahagiaan ini diperoleh ketika kita taat melakukan kehendak Tuhan
Aku akan menciptakan puji-pujian. Damai, damai sejahtera bagi mereka yang jauh dan bagi mereka yang dekat--firman TUHAN-Aku akan menyembuhkan dia! Yesaya 57:19
Kebahagiaan ini akan tercipta dengan sendirinya saat kita dengan setia melakukan Taurat Tuhan.
Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN.
Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati,
yang juga tidak melakukan kejahatan, tetapi yang hidup menurut jalan-jalan yang ditunjukkan-Nya. Mazmur 119:1-3
Kebahagiaan rohani bisa disebut sebagai kebahagiaan sejati, yaitu:
Jenis kebahagiaan yang lahir dari hubungan seseorang dengan Tuhan
Kepatuhan seseorang terhadap Firmannya.
Kebahagiaan lahiriah dan kebahagiaan emosional mendorong kita untuk menerima.
Sedang kebahagiaan Rohani mendorong kita untuk memberi.
Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.
Kisah para rasul 20:35
Kebahagiaan rohani tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat materi maupun kondisi yang kita alami.
Entahkah kita memiliki berkat yang banyak atau sedikit, sehat atau sakit, dihormati atau diremehkan, kebahagiaan itu selalu ada didalam hidup kita.
Cinta yang sejati adalah cinta yang tidak akan pernah pudar seiring dengan berjalannya waktu. Namun seringkali cinta kepada pasangan hidup kita, atau orang-orang yang kita kasihi mulai pudar ditelan waktu. Sepasang kekasih yang baru dimabuk cinta, akan rela memberikan apa saja bagi kebahagiaan pasangan hidupnya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, sepasang kekasih tadi kini telah menjadi sepasang suami istri, masihkan cinta yang mula-mula itu tetap berkobar dalam diri mereka?
Demikian pula dengan cinta kepada Tuhan, waktu pertama kali bertobat, lahir baru, kasih mula-mula begitu berkobar, hingga kita rela melakukan apa saja untuk Tuhan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, setelah sekian tahun kita mengikut Tuhan, masihkah cinta yang pertama itu, kasih yang mula-mula itu, ada dalam diri kita masing-masing?
Ilustrasi
Bangunlah jembatan jangan tembok
Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya.
Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan. Saling meminjamkan peralatan pertanian. Dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak. Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa. Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu.
"Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan ?" kata pria itu dengan ramah.
"Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan?"
"Oh ya!" jawab sang kakak.
"Saya punya sebuah pekerjaan untukmu? Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan Airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang Memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, Tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku, Sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya".
Kata tukang kayu,"Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang?" Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai Kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.
Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru Saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang Pertanian adiknya.
Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki Jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.
"Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku ?" kata sang adik pada kakaknya.
Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan.
Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. "Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu," pinta sang kakak.
"Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini," kata tukang kayu, "Tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan?"
Sadarkah kita bahwa ;
Kita dilahirkan dengan dua mata di depan, karena seharusnya kita melihat yang ada di depan?
Kita lahir dengan dua telinga, satu kiri dan satu di kanan sehingga kita dapat mendengar dari dua sisi dan dua arah. Menangkap pujian maupun kritikan, Dan mendengar mana yang salah dan mana yang benar.
Kita dilahirkan dengan otak tersembunyi di kepala, sehingga bagaimanapun miskinnya kita, kita tetap kaya. Karena tak seorang pun dapat mencuri isi otak kita. Yang lebih berharga dari segala permata yang ada.
Kita dilahirkan dengan dua mata, dua telinga, namun cukup dengan satu mulut. Karena mulut tadi adalah senjata yang tajam, yang dapat melukai, memfitnah, bahkan membunuh. Lebih baik sedikit bicara, tapi banyak mendengar dan melihat.
Kita dilahirkan dengan satu hati, yang mengingatkan kita. Untuk menghargai dan memberikan cinta kasih dari dalam lubuk hati.
Belajar untuk mencintai dan menikmati untuk dicintai, tetapi Jangan pernah mengharapkan orang lain mencintai anda dengan cara dan sebanyak yang sudah anda berikan.
Berikanlah cinta tanpa mengharapkan balasan, maka anda akan menemukan bahwa hidup ini terasa menjadi lebih indah.
Oleh Ev. Liem Thin Ping
Tidak ada komentar:
Posting Komentar